Senin, 23 Februari 2009

Serial Dewa-dewa - Serangan Kerbau

SERANGAN KERBAU


Di saat Kerbau-kerbau sedang membajak sawah, di hutan ada seekor Gajah Raksasa yang berhasil ditangkap tentara Kerajaan Kota. Anak Gajah sebagai saksi mata penangkapan itu meratap sesenggukan. Gajah Kecil itu tidak ikut dibawa ke kerajaan karena dinilai tidak cukup kuat menjadi binatang tunggangan raja. Gajah Kecil hanya menangis melihat ayahnya ditaklukkan seorang pawang. Organ di bawah kening Gajah Kecil itu segera menyuarakan suara paraunya untuk mengadu kepada induknya di tengah hutan. Dengan cara ini Gajah memang bisa saling berkomunikasi dalam jarak jauh.

Namun semuanya telah terlambat. Tentara kerajaan sudah jauh menuju istana. Gajah Raksasa, demikian nama Gajah yang berhasil ditangkap tentara kerajaan. Raja amat gembira menerima upeti seekor Gajah Raksasa. Raja amat ingin menjadikannya tunggangan ketika bepergian dan berangkat ke medan perang.

Mengetahui hal ini, Peri Hutan amat sedih. Namun demikianlah nasib rakyatnya. Mereka memang ditakdirkan sebagai hewan yang harus menjadi obyek kebutuhan manusia. Tetapi ketika Peri Hutan melihat bahwa Gajah Raksasanya dipelihara dengan sangat baik oleh Baginda Raja, Peri Hutan merasa sangat lega.

Apalagi Gajah Raksasa itu tak pernah kekurangan makan dan sangat dimanjakan para pawangnya. Raja juga selalu memuja Gajahnya dan dipamerkan dimana-mana. Tidak perlu waktu lama, Raja sudah berani naik Gajah Raksasa ini karena ia jinak. Ia sudah menjadi binatang peliharaan yang manis. Ia sudah tahu tugasnya. Gajah Raksasa ini malah bangga menjadi binatang tunggangan Baginda Raja karena dimana-mana ia juga dielu-elukan. Enak benar nasibku, daripada di hutan tak kenal manusia, di istana, aku seperti raja kecil, bathin si Gajah. Iapun melupakan rindunya pada anak isterinya.

Setiap hari, Gajah Raksasa dikandangkan. Kebetulan kandangnya bersebelahan dengan kandang Kerbau-kerbau. Jadi, setiap hari Gajah Raksasa bertemu dengan kawanan Kerbau. Pertamanya, Gajah merasa senang punya kawan, sehingga ia bisa menyampaikan rasa bangganya dielu-elukan penduduk ketika mengantar Baginda Raja berjalan-jalan.

Sedangkan kepada Gajah, Kerbau selalu mengeluhkan tentang beban pekerjaannya. Setiap hari Kerbau mengeluh tak henti-henti. Ia mengeluh sering digebugi si pawang. Ia mengeluh kepanasan ketika membajak sawah. Sehabis itu ia mengeluh karena harus mencari makanan sendiri di ladang. Tak seperti Gajah yang makanannya enak-enak, dari kelapa hingga waluh bahkan kacang kecil hingga air untuk mandi, semua sudah disiapkan si pawang di kandang Gajah. Kerbau memang iri, tetapi ia tak dapat berbuat apa-apa.

Lama-lama Gajah sangat jenuh mendengar omelan kawanan Kerbau. Menurut Gajah, Kerbau tidak berusaha mencari cara supaya tidak mengeluh. Saking jenuhnya, Gajah selalu berpura-pura tidur jika kawanan Kerbau datang. Artinya Gajah berusaha tidak berbagi cerita dan tidak mau mendengarkan keluhan Kerbau.

Merasa dijauhi Gajah, kawanan Kerbau akhirnya malas berkawana dengan Gajah. Kerbau istana lebih senang bercanda dengan kawanan Burung Unta peliharaan kerajaan. Nasib Burung Unta sama dengan Gajah. Saking cantiknya Burung Unta, sang Ratu juga sangat senang jika bepergian dengan menumpang Burung Unta. Terkadang jika ada upacara penting, Raja dan Ratu berjalan beriringan, Raja naik Gajah dan Ratu naik Burung Unta. Tetapi karena Burung Unta tampak lebih ramah, Kerbau lebih suka berteman dengan Burung Unta karena tidak sesombong Gajah.

Pada Suatu hari Raja dan Ratu akan bepergian ke negara tetangga. Gajah Raksasa dan Burung Unta sudah dihias dengan dampar kencana di punggung mereka. Aduh betapa gagah dan cantiknya Gajah dan Burung Unta itu. Tentu saja semua hewan sangat iri atas kebaikan nasib mereka. Dua tunggangan Raja dan Ratu itu pun akan diiringi Kuda-kuda yang dinaiki para hulubalang. Sebelum berangkat, binatang hutan itu berbaris di halaman menunggu Banginda Raja keluar dari istana.

Burung Unta yang paling tinggi berdiri di belakang Gajah sedangkan Kuda-kuda berbaris di kiri kanan mereka. Tiba-tiba kawanan Kerbau datang dengan cepat dan langsung menyerudug hewan-hewan istana itu. Mengetahui diserang secara liar, Gajah Raksasa tetap berdiri tegak sambil mengacung-acungkan belalainya. Maka tak seekor Kerbaupun yang berani mendekatinya.

Adapun Kuda-kuda berlari ketakutan karena kaget. Suasana menjadi gempar. Hewan-hewan berlarian dikejar Kerbau-kerbau. Karena Kerbau membabi buta, Gajah Raksasa langsung menggunakan belalainya untuk menyiram debu di arena perang antara Kerbau melawan Kuda. Anehnya, tak satupun Kerbau yang menyerang Burung Unta. Maklum Burung Unta sudah dianggap kawan paling baik yang bersedia mendengar keluhan-keluhan Kerbau.

Patih segera turun tangan. Segenap pawang diperintah langsung terjun ke arena perang. Kuda-kuda diamankan, sedangkan Kerbau-kerbau dipecuti digiring ke kandang mereka. Keberangkatan Raja dan Ratu akhirnya ditunda.

Pada malam harinya, Peri Hutan dan Peri Angin hadir di istana. Sebelum menemui Baginda Raja, dua Peri ini mencari data-data kepada Gajah, Kuda, Kerbau dan Burung Unta. Hasilnya didapati bahwa perkelahian siang tadi akibat kecemburuan Kerbau sebagai binatang yang mendapat perlakuan buruk sehingga sangat marah dan iri. Para Peri ini segera mendatangi Kerbau.

Melihat datangnya Peri junjungannya, Kerbau-kerbau itu menghaturkan sembah dan langsung mengadukan nasibnya. “Wahai Ibu Peri, mengapa kau jadikan kami hewan babu? Badanku kuat, tetapi tak bisa berperang seperti kuda. Tubuhku besar, tetapi Raja malu naik di punggungku dan memilih naik Gajah. Perutku sebesar Burung Unta, tetapi Ratu tak perduli. Tandukku gagah, tetapi gading gajah lebih berharga,” keluh Kerbau.

Peri Angin dan Peri Hutan yang selalu ejek mengejek tersenyum kecut mendengar keluhan Kerbau. “Ibu Peri, kami ingin menjadi bagian penting di istana raja. Kami jenuh terus-menerus menjadi buruh di sawah. Kami mengaku bersalah menyerang Kuda-kuda kerajaan. Kami rakyat yang ingin berbakti kepada Raja, tetapi berilah kami tempat yang layak,” pinta Kerbau dengan belas kasihnya.

“Baiklah Kerbau. Aku kabulkan permintaanmu, tetapi dengan syarat, kamu harus diuji intelegensimu dulu,” kata Peri Hutan. Kerbau-kerbau itu bersedia diuji lagi. Merekapun bersiap menjawab test pertanyaan yang akan diberikan oleh Peri Hutan. Maka testingpun dimulai.

“Wahai Kerbau, tahukah kamu, lebih cepat mana larimu dibandingkan larinya burung Unta?” tanya Peri Hutan.
“Ibu Peri, kakiku empat, kaki burung Unta hanya dua. Meski ia burung, tetapi tak bisa terbang. Jadi, tentu lariku lebih cepat,” jawab Kerbau.
“Lha kamu salah Bau. Meski tak dapat terbang, Burung Unta dapat berlari sangat cepat dengan dua kakinya,” kata Peri Angin.
“Tetapi Ibu Peri Angin, jari Unta hanya dua, pasti tak kuat berlari!” teriak Kerbau.
“Lha kamu salah lagi. Satu jarinya jauh lebih besar yang dipakainya untuk berlari dan menendang penghalangnya. Kamu Kerbau yang kebesaran perut sehingga berjalanmu lamban sekali,” jelas Peri Angin. Atas penjelasan itu Kerbau-kerbau tertunduk malu.

“Pertanyaan yang kedua. Kamu kuat membajak sawah. Kuda kuat berlari seharian. Di antara kalian, mana yang lebih kuat?” tanya Peri Hutan.
“Ibu Peri, tentu aku lebih kuat. Aku membajak sawah agar manusia dapat makan. Kuda hanya kesana kemari, tak berguna dan bikin boros saja,” jawab Kerbau.

“Wah, kau harus tahu bahwa Kuda bisa pergi berhari-hari menggendong tuannya. Ia seperti Anjing, sangat setia dan tidak pernah meninggalkan tuannya. Ia tidak pernah mengeluh dan tidak pernah berdemo seperti kamu.” Lagi-lagi Kerbau tertunduk malu.

Lalu Peri Hutan memberi satu pertanyaan lagi. “Punggungmu dan punggung Gajah bisa membawa beban. Lebih banyak mana, beban yang kau bawa dibandingkan yang dibawa Gajah?” tanya Peri Hutan.

“Ibu Peri, anak-anak Gembala selalu naik dipunggungku antara 4 sampai 5 anak. Gajah hanya dinaiki Baginda Raja saja. Kami bekerja membajak sawah seharian, kerjaan Gajah hanya makan sebanyak-banyaknya,” jawab Kerbau yang menjawab sepengetahuannya melihat Gajah Istana hanya ditunggangi Baginda Raja. Peri Hutan tersenyum mendengar jawaban Kerbau.

“Kerbau, kamu itu kuper sih. Kamu egois dan kamu sangat bodoh. Makanya kamu hanya bernasib jelek menjadi babu. Memangnya hanya Raja yang bisa naik Gajah, semua orang atau barang apapun bisa dinaikkan di punggung gajah. Ia sekuat buldoser, bisa menumbangkan pohon, bisa merubuhkan rumah,” seru Peri Hutan.

Kerbau-kerbau membenarkan jawaban Peri sehaingga lagi-lagi mereka tertunduk malu. “Tetapi Ibu Peri, meskipun kami bodoh, berilah kami tempat yang layak karena kami telah membantu manusia membajak sawah,” pinta Kerbau.

“Baiklah. Tetapi hanya satu keluarga Kerbau yang akan kujadikan Kerbau idaman. Mereka adalah keluarga Kerbau Bule dan akan menjadi simbol di Istana Raja. Nantinya Kerbau Bule akan mengangkat nama Kerbau, sebab tahinya saja akan menjadi rebutan manusia karena bisa menjadi obat masuk angin,” janji Peri Hutan.

Mendengar janji Peri Hutan, Kerbau-kerbau bertepuk tangan dan langsung sungkem di hadapan Peri Hutan. “Wahai Ibu Peri, kami berterima kasih sekali. Tidaklah sia-sia demonstrasi serangan kami kepada Kuda-kuda siang tadi. Kami akan demo lagi jika kami dianiaya. Hidup Ibu Peri…hidup Ibu Peri…” teriak Kerbau-kerbau.

Dua Peri tadi sangat kaget oleh teriakan Kerbau. “Eee…, jangan kau kira karena demo lantas kukabulkan permintaanmu. Kamu memang Kerbau bodoh, karena itu kamulah binatang yang nantinya akan menjadi contoh bagi orang-orang bodoh yang berbuat salah.”
“Apa maksudnya Ibu Peri….?” tanya Kerbau serentak.
“Jika ada orang bodoh, maka dia akan dikatakan “Si Bodoh Longa-longo kayak Kerbau…” Berkata demikian dua Peri itu langsung kabur meninggalkan Kerbau yang sangat menyesal dijadikan ejekan contoh bagi orang bodoh. Maka sejak saat itupun jika ada orang bodoh, maka mereka akan dijuluki Si Bodoh seperti Kerbau.

Selesai mencapai kesepakatan dengan Kerbau, dua Peri tadi menemui Baginda Raja dan memberitahu keinginan Kerbau untuk menjadikan Kerbau Bule sebagai simbol kerajaan. Raja tidak keberatan, malah merasa bersyukur, karena Kerbau Bule akan menjadi ikon dalam upacara-upacara tradisi di istana raja.

Setelah menemui raja, Peri-peri itu menemui Gajah, Kuda dan Burung Unta. Gajah Raksasa akhirnya berjanji mau berteman lagi dengan Kerbau. Ia menitipkan salam untuk anak isterinya lewat Peri Hutan. Adapun Kuda-kuda minta tambahan kekuatan agar tidak menjadi hewan yang cepat terkejut dan lari tunggang langgang jika mendengar suara aneh dan berjanji tidak akan dendam kepada Kerbau. Sedangkan Burung Unta hanya melambaikan tangan kepada Peri Angin karena ia terlepas dari bencana serangan Kerbau.


NONI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar