Minggu, 22 Mei 2011

Profesor Tikus

PROFESOR TIKUS


Dunia ini tak selebar daun kelor. Artinya jangan merasa bodoh terus. Jika pingin tahu banyak, bertanyalah dan carilah ilmu sampai ke negeri langit, bukan negeri China. Mengapa langit? Karena langit lebih tinggi dari negeri China, maka ilmunya pasti lebih tinggi. Begitulah Peri Hutan memberi wejangan kepada binatang hutan di sekolah hutannya. Kata-kata Peri Hutan meresap di otak Tikus sehingga ia kian rajin belajar. Tiap hari Tikus bertambah pintar. Kalau ulangan, nilai Tikus paling tinggi, sedangkan nilai Kaeoa paling buruk.

“Aku tidak pernah mengulang kesalahan, beda dengan Kecoa. Mereka hidup tanpa tujuan. Agaknya tidak dikasih otak oleh Ibu Peri,” ejek Tikus ketika berbincang-bincang di dapur bersama dengan Kucing, Cecak dan Kelinci. Pagi tadi mereka bolos sekolah karena sakit perut akibat keracunan.

“Memang, jika Kecoa terbang, ia tak punya arah, asal terbang saja... hahaha,” ejek Kucing. “Jalan-jalan pun, tak tahu di depan ada bahaya, ya digebug sampai mati… hehehe,” sahut Kelinci. “Tetapi jika dikejar, ia bisa sigap bersembunyi seperti hilang begitu saja,” bela Cecak. Kecoa yang menjadi bahan pembicaraan pun menjadi jengkel. “Koq ngrasani aku, biar kukentuti, tahu rasa, lu,” seru Kecoa langsung kentut, dut..dut… wah baunya. Para binatang langsung pergi karena bau kentut Kecoa asam sekali, tidak enak di hidung mereka.

Malam itu para binatang sibuk belajar. Maklum esok pagi ujian semesteran dimulai. Tikus mengurung diri di lubang kecilnya, lalu belajar dengan tekun. Begitu juga binatang lain. Peri Hutan menjanjikan bea siswa berupa pilih belajar dimana saja bagi juara kelas. Ketika ujian selesai dan diperiksa, ternyata Tikuslah juara kelasnya, sehingga ia meraih bea siswa boleh belajar dimana saja. Tikus pun memilih tempatnya belajar.

“Aku tak mau belajar di negeri China, aku pilih sekolah di negara langit. Langit lebih tinggi,” tukas Tikus kepada Peri Hutan. “Wah, negeri langit hanya ada di Istana Dewa. Para Dewa pasti keberatan ada siswa Tikus di khayangan,” tolak Peri Hutan. “Lho, Ibu Peri kan bilang sendiri, kejarlah ilmu sampai di negeri langit!!!” sahut Tikus. Peri Hutan mesam-mesem ingat kata-katanya sendiri. Alhasil ia harus berkelit agar Tikus tidak sekolah di Istana Dewa.

“Kamu belum setingkat itu untuk sekolah di negeri langit. Ibarat naik ke atas, harus naik tangga satu persatu. Wong gelar sarjana saja kamu belum dapat. Ntar andai kamu sudah lulus jadi profesor, baru boleh kuliah di negeri langit,” elak Peri Hutan.
“Ah, Ibu Peri koq bohong, sih. Kalau begitu aku ingin studi banding saja di negeri langit selama 3 hari sekalian piknik. Boleh ya?” Tikus terus mendesak, akhirnya Peri Hutan kewalahan juga.

“Yo wis… tapi ada syaratnya. Kamu harus menang Kuis Asah Otak ilmu binatang,” jawab Peri Hutan. “Wah aku senang sekali diuji. Aku pasti menang melawan semua binatang hutan,” kata Tikus penuh PD. Maka diumumkanlah festival Kuis Asah Otak yang wajib diikuti oleh perwakilan semua jenis binatang hutan.

Pada waktunya festival kuis sangat meriah dan ramai sekali. Banyak pertanyaan yang tak terjawab, tetapi Tikus, Kucing, Anjing, Tupai, dan Monyet mampu mencapai final.

Di malam final, Tikus belajar dan membaca semua buku-buku pintar. Iapun pergi ke Mbah Utan, dukun sakti di pojok hutan. Mbah Utan diminta agar memberi jamu agar otak Tikus bisa konsentrasi, sedangkan lawannya digoyang otaknya sehingga tak bisa menjawab pertanyaan. Mbah Utan sanggup tetapi syaratnya, Tikus harus memberi makan keju setiap hari selama setahun. Tikus menyanggupi.

Pada hari final Kuis Asah Otak antar binatang, tiga juri sudah siap dengan pertanyaan di tangan. Juri-juri itu adalah Peri Hutan, Dewa Bumi dan Dewa Ilmu. Tikus berdebaran karena tak sabar ingin cepat-cepat menjawab pertanyaan dan menang. Lawan-lawannya dilihatnya pada gugup sehingga Tikus kian PD saja. Tibalah saat pertanyaan dibacakan.

“Dengarkanlah para finalis, berapa jumlah putting susu Babi?” tanya Peri Hutan. Kucing langsung tunjuk jari dan menjawab, “Puting susu saya enam, pasti Babi juga enam,” jawab Kucing. “Ooo, salah,” kata Peri Hutan. Penonton pun mengejek Kucing. Adapun mendengar pertanyaan itu, Babi yang ikut menonton langsung menyembunyikan puting susunya agar tidak dihitung para finalis. Malu kan. Iapun berseru, “Wah, pertanyaannya koq gitu…, porno ah, Ibu Peri,” seru Babi betina. Segenap binatang tertawa cekikikan.

Ternyata yang bisa menjawab Tikus. “Puting susu Babi 12,” jawab Tikus. “Ok, benar,” kata Peri Hutan. Maka tepuk riuh terdengar dari suporter Tikus. Tikus jadi bangga sekali. Setelah tepuk mereda, pertanyaan dilanjutkan oleh Peri Hutan.

“Pertanyaan kedua. Berapa liter Sapi betina memproduksi susu selama hidupnya?” Anjing penasaran oleh ukuran liter. Ia pun berseru, “Lha, seliter itu ukurannya berapa teguk Ibu Peri? Menurut saya tiap hari 100 teguk,” jawab Anjing. “Hai Anjing, tegukan kamu dengan Gajah berbeda. Jadi tidak bisa diukur dengan tegukan. Seliter itu sama dengan 5 gelas.” Suasana riuh kembali. Lagi-lagi Tikus tunjuk jari.

“Menurut calon profesor bernama Tikus ini, Sapi betina bisa menghasilkan 40 ribu liter susu selama hidupnya. Kira-kira segitulah Ibu Peri,” jawab Tikus yang sudah membaca literaturnya sehingga dibenarkan oleh juri. Tepuk tangan kembali membahana buat Tikus. Iapun kian besar kepala.

“Soal selanjutnya. Apa guna ekor bagi Kangguru?” Kali ini Tupai yang menjawab. “Sama seperti ekorku, untuk kemudi dan penyeimbang ketika loncat-loncat,” jawab Tupai. Jawabannya benar, kali ini Tupai yang mendapat aplaus. Tikus dan Monyet merengut karena sebenarnya merekapun bisa menjawab, hanya kedahuluan Tupai.

“Sekarang pertanyaan BENAR atau SALAH. Nyamuk jantan juga bertugas menggigit musuh, BENAR atau SALAH!” Monyet langsung tunjuk jari. Wah Monyet yang membawa suporter se kampung diberi banyak tepukan ketika menjawab SALAH karena hanya Nyamuk betina yang menggigit manusia untuk mengeluarkan telurnya.

“Aku tidak percaya Nyamuk jantan tidak menggigit. Lalu makanannya apa?” tanya Kucing. Dengan cepat Tikus menjawab, “Nyamuk jantan hanya menggigit Kucing karena makanannya darah Kucing.” Tawa penonton pun terdengar berkepanjangan oleh cara Tikus mempermalukan Kucing. Kucing langsung mengancam dengan mengangkat tangan untuk mencakar Tikus. Jika tidak berada di sidang resmi, Kucing sudah benar-benar mencakar Tikus. Penonton kian riuh, tetapi Peri Hutan tetap terus melanjutkan membacakan soal-soalnya.

“Teruskan. Selain Gajah, binatang yang bisa menyembur adalah ular, BENAR atau SALAH?” tanya Peri Hutan. “SALAH!” jawab Anjing dengan cepat tanpa tunjuk jari. Peri Hutan langsung menghardiknya. “Eh Anjing, tunjuk jari dulu kalau menjawab. Kamu itu tidak tunjuk jari, menjawab pun salah. Padahal jawabannya BENAR! Ular menyemburkan bisa ke musuh sampai 2,5 m,” kata Peri Hutan dibarengi ejekan penonton kepada Anjing. Kali ini Anjing yang tampak malu dipecundangi Peri Hutan.

“Soal selanjutnya. Buaya memberi makan berupa batu pada bayinya, BENAR atau SALAH?” Para finalis heran dan saling berpandangan, lalu berpikir keras untuk menebak sambil mengingat, makanan apa yang diberikan Buaya kepada bayinya. Buaya yang ikut menonton bersorak-sorak, apakah kawan-kawan hutannya bisa menjawab. “Ayo tahu nggak, apa makanan bayiku…?” tanya para Buaya.

Tetapi para finalis tetap masih bimbang. “Ayo Kucing, kamu biasanya pinter, lihat profesor Tikus lagi bodoh!” pancing Buaya. Dengan ragu Kucing menjawab asal, BENAR. Peri Hutan mengangguk dan mengangkat ibu jarinya. Kucing berjingkrak kegirangan. Wah riuh sekali. Tikus jadi iri tidak bisa menjawab soal tadi. Tikus ragu, bisa-bisanya bayi diberi makanan batu, itu tidak mungkin. Tetapi koq ternyata benar, guman Tikus jengkel.

“Selanjutnya. Kuda Zebra dan Harimau sama-sama berbulu belang. Tetapi yang kulitnya juga belang adalah Harimau. BENAR atau SALAH?” Kali ini kembali Monyet tunjuk jari. “BENAR. Saya sering melihat Singa makan Zebra di hutan. Kulit Zebra tidak belang, bulunya saja yang belang. Jadi jawabannya BENAR,”seru Monyet. Peri Hutan mengangguk lagi. Pasukan Monyet kini mengejek suporter Tikus. Wah masing-masing sudah punya 2 jawaban benar dan satu benar untuk Tupai dan Kucing. Sedangkan Anjing belum punya nilai. Suasananya kian riuh, lalu pertanyaan pun dilanjutkan kembali.

“Pungguk atau bonggol Unta berguna untuk menyimpan air hingga ia bisa tidak minum selama seminggu. BENAR atau SALAH!” Karena mereka jarang melihat Unta, maka tidak ada yang bisa menjawab. Apalagi Unta tidak menonton. Peri Hutan akhirnya menerangkan, “Bonggolnya berisi lemak makanan untuk tenaganya, bukan tempat menyimpan air. Ya sudah, pertanyaannya diganti. Ini pertanyaan pilihan. Nah, siapa yang tidak bisa memainkan bola matanya, hingga untuk melihat sekeliling harus menggerakkan kepala dan lehernya. Jawablah a. Keledai, b. Ayam, c. Buaya atau d. Burung Hantu?”

Para finalis berpikir, Keledai bisa melihat ke semua penjuru karena lehernya panjang bisa digerakkan kemana-mana, tetapi bola matanya tetap bergerak. Ayam juga demikian. Buaya malah hanya bola matanya yang bergerak, leher tidak punya. Berarti apakah Burung Hantu? Tiba-tiba Kucing ingat, di tiap malam, dia pasti ketemu Burung Hantu.

Cepat-cepat ia tunjuk jari. “D. Burung Hantu. Tiap malam saya lihat Burung Hantu menggerakkan lehernya untuk lihat kiri kanan. Bola matanya mati, tak bisa bergerak.” Ternyata jawabannya benar. Nah kini Kucing-kucing bisa meledek Tikus. Kucing memang sangat bernafsu menggagalkan usaha Tikus mendapat bea siswa. Nilai Kucing kini juga dua.

“Ok. Terus… Tahukah kalian, meski Siput kecil, namun jumlah giginya 25 ribu biji. Tetapi soalnya bukan itu. Jawablah, tulang siapa yang lebih ringan daripada bulunya. Jawaban, a. Beruang, b. Biri-biri, c. Merak atau d. Merpati. Awas, harap diingat, ini satu-satunya soal yang jika salah menjawab, nilainya dikurangi?” kata Peri Hutan.

Kelima finalis, Anjing, Kucing, Monyet, Tikus dan Tupai malah saling bersilat lidah dulu untuk menjawab. Beruang bulunya tebal, tetapi tulangnya juga besar, kata Tikus. Biri-biri juga begitu, sahut Tupai. Merak kipasnya berat sekali, pasti Merak deh, seru Anjing. Merpati enak dimakan, tetapi sulit ambil dagingnya karena banyak tulangnya, sanggah Kucing. Pasti bulu Merak lebih berat. Mereka bingung, siapa yang berani menjawab.

Akhirnya Monyet tunjuk jari. “D. Merak,” jawab Monyet ragu. Karena ragu maka jawabannya salah. Peri Hutan menegaskan bahwa bulu Merpatilah yang lebih berat daripada tulang-tulangnya, sebab tulang Merpati kecil-kecil dan tipis. Penonton pun kecewa, “Uuuuu….” Maka nilai Monyet dikurangi dari dua menjadi satu.

“Selanjutnya, siapa yang makan dirinya sendiri jika kelaparan? Jawablah a. …,” belum lagi Peri Hutan membacakan jawaban pilihan a b c d –nya, Kucing menyela dengan lantang, “Tikus!!!” serunya. Penonton tertawa terpingkal-pingkal oleh gurauan Kucing. “Itu pasti benar Ibu Peri, wong kawat-kawat saja digerogoti, kayu-kayu dikerikiti, kaki sendiri pasti dimakannya,” tambah Kucing. Hadirin kian cekakakan mendegar Kucing mengejek Tikus. Tikus tetap bergaya PD seolah tak mendengar ocehan Kucing, pura-pura mendengarkan Peri Hutan membacakan soalnya.

“Soal diulang. Siapa yang makan dirinya sendiri jika kelaparan? Jawablah a. Cacing Pita, b. Amuba, c. Virus d. Plankthon.“ Tupai pun berani menjawab, “D. Plankthon.” Peri Hutan tertawa. “Salah, yang benar Cacing Pita.” Maka 5 finalis itu pun tak ada yang mendapat nilai.

Kini pertanyaan dilanjutkan tahap ketiga. Peri Hutan kembali siap membacakan soal. “Pertanyaan tunjukan. Ayo jawab, siapa yang punya gigi di perutnya, kamu yang harus menjawab, Monyet?” Monyet gelagapan. Dengan asal dia menjawab, “Tikus, sebab jika Tikus mencuri keju, gigi diperutnya yang mengunyah, gigi di mulutnya hanya untuk menggegoti kaleng busuk.” Mendengar jawaban Monyet, penonton pun ger-geran lagi. Tikus lagi-lagi jadi bahan tertawaan. Peri mengatakan jawaban yang betul adalah Ketam.

“Soal diteruskan. Terletak dimana hidung Laba-laba? Kamu yang jawab, Tikus,” seru Peri Hutan. Dengan PD pertanyaan yang dinilai gampang ini dijawabnya cepat sambil berdiri. “Di wajahnya dong, memang ada hidung terletak di kaki?” jawab Tikus angkuh karena yakin jawabannya pasti benar. Segenap penonton terdiam untuk memastikan jawabannya, sementara para suporter Tikus bersorak kegirangan karena yakin jawaban jagoan mereka benar maka Tikus akan menang dan menjadi juara.

Peri Hutan tersenyum, lalu dengan nada pelan ia menjawab, “Tikus, untuk memastikan bau mangsa makanannya, hidung Laba-laba terletak di… kakinya,” huuuuaaaa. Wah Tikus seperti tertonjok besi di wajahnya. Ia mau pingsan, tetapi ditahannya dan terus berusaha PD. Aduh, nilaiku baru dua sama dengan nilai Kucing dan Tupai, bisa gagal juara jika tidak ada soal lain yang terjawab dengan benar, pikir Tikus.

“Tidak apa-apa Tikus, kamu harus berusaha lagi. Nah pertanyaan selanjutnya, Kuda bernafas melalui mulut atau hidung. Kamu yang jawab Anjing.” Ah, Anjing bernafas lega. Kali ini ia baru bisa menjawab dengan pasti dan benar. Anjing menjawab, hidung. Benar. Kini barulah Anjing punya nilai satu.

“Seterusnya. Jika dijumlah, makanan Gajah seberat 2 kwintal tiap harinya. Kotorannya sekwintal. Apa pekerjaan utama Gajah, kamu yang jawab Kucing!!” Ah, kini giliran Kucing membalas dendam pada Tikus. Karena nilainya sudah dua, sama dengan Tikus, iapun menjawab untuk mengolok-olok Tikus.

“Pekerjaan utama Gajah adalah menginjak-injak Tikus karena Tikus ingin bunuh diri sebab impiannya piknik ke negeri langit, tidak kesampaian!” penonton riuh lagi mengejek Tikus. Kali ini Tikus benar-benar habis muka, namun ia tetap bertahan untuk membina sportivitas. Peri Hutan menerangkan bahwa pekerjaan utama Gajah adalah makan. Gajah yang ikut menonton disana jadi malu dibuka kedoknya.

“Tinggal satu pertanyaan untuk Tupai. Bagaimana cara membedakan Zebra?” Tanpa ragu Tupai menjawab, belangnya. Jawabannya benar. Maka Kucing, Tupai dan Tikus punya nilai 2, hanya Anjing dan Monyet yang nilainya 1. Tikus langsung protes keras karena kuis dianggap sudah selesai. “Lho Ibu Peri, koq sudah selesai? Soal-soalnya harus ditambah.” Tetapi penonton menyoraki Tikus. “Wah tidak bisa, soal-soal sudah habis!” jawab Dewa Bumi. Penonton makin riuh menyoraki Tikus. Tikus pun bergeming, “Ini pasti sudah diatur. Apakah ada kongkalikong agar aku gagal jadi juara?” seru Tikus. “Hai Tikus, berani-beraninya menuduh kami, ngawur kamu!” hardik Dewa Ilmu.

Tikus mundur teratur dihardik Dewa Ilmu. Kini ia benar-benar gagal menjuarai kuis Asah Otak, sehingga batal pula mendapat bea siswa piknik ke negeri langit. Tikus pulang dengan malu karena terus-terusan kena ledek 4 finalis dan penonton. Ia lari ke rumah Mbah Utan untuk melampiaskan kemarahannya. Ternyata Mbah Utan tidak terima dimarahi, malah ganti memurkai Tikus.

“Itu salahmu sendiri, Tikus! Kamu terlalu PD, sombong dan hanya menumpahkan harapan lewat bantuan ilmu dukunku. Tentu aku gak sudi, wong kamu pasti ingkar janji, kalau menang tak mungkin memberiku keju setiap hari. Habis itu, aku juga iri jika kau bisa piknik ke negeri langit, wong aku juga kepingin, heheheh…, rasain profesor penipu,” ejek Mbah Utan.

Tikus kian frustasi, iapun lari ke lubangnya dan menutup telinganya rapat-rapat karena tak tahan mendengar ejekan segenap binatang hutan. Tetapi di lubangnya, ternyata Kacoak sudah menunggu untuk membalas dendam karena Tikus suka menyebut Kacoak bodoh. Kacoak langsung kentut dut...dut… wah, bau banget. Kini Tikus menutup hidungnya rapat-rapat seperti menutup telinganya. Ketika ingat para Dewa dan Peri pulang ke istana Dewa, Tikus akhirnya membuang jauh-jauh impiannya untuk bisa piknik ke negeri langit. (noni)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar