Selasa, 07 April 2009

MERPATI PENGANTAR SURAT

MERPATI PENGANTAR SURAT


Di tepi sebuah sungai berdirilah sebuah pohon besar yang rimbun. Tiap malam burung-burung dari berbagai jenis datang untuk bertengger di sini. Biasanya mereka saling berbagi cerita. Ada yang bercerita tentang lomba Bebek terbang, ada cerita Kucing Idol, ada juga yang hanya mengeluh sayapnya sakit hingga terbangnya susah. Sesudah saling berbagai cerita mereka akan tidur dengan tenang hingga pagi harinya.

Malam itu bulan tak tampak di langit, sehingga gelapnya teramat gulita. Dari bawah pohon, banyaknya burung di tangkai-tangkai dahan tak kelihatan dari bawah. Namun burung-burung itu bisa melihat ketika datang dua orang pemburu yang kecapaian. Para pemburu tidak mengira ada banyak burung di pohon itu. Karena kelelahan, kedua pemburu malahan tidur di bawah pohon dengan menggelar tikar.

Pagi harinya ketika bangun, mereka terkejut karena begitu banyak kotoran burung yang menempel di baju dan tubuh mereka. Tikar tidur pun penuh kotoran burung. Para pemburu kemudian menengok ke atas, tetapi tak dijumpai seekor burung pun karena burung-burung itu sudah pergi di pagi-pagi buta untuk mencari makan.

“Wah berarti di tiap malam banyak burung yang bertengger di pohon ini. Artinya besok kita bisa berburu disini tanpa harus kesana kemari,” kata pemburu yang besar.
“Ya benar, besok malam kita mengincar dari bawah pohon ini, sekarang kita pulang saja,” ajak pemburu yang berbadan kecil.
“Kita siapkan lampu-lampu yang terang, kalau perlu kita ajak penduduk kampung untuk membantu,” kata si badan besar.

Benar saja. Malam harinya ketika burung-burung sudah tidur, tiba-tiba begitu banyak lampu-lampu yang sangat terang dan menyoroti para burung yang sedang tidur. Para pemburu segera menembakkan pelurunya. Dalam sekejap, ratusan burung sudah jatuh dan mati. Penduduk kampung sangat gembira mendapat begitu banyak burung tanpa perlu berpayah-payah kesana-kemari.

Pada malam berikutnya para pemburu mengulang menembaki burung-burung yang tidur di pohon itu hingga 5 malam berturut-turut. Pada malam ke enam, tak satupun pemburu yang mendapatkan burung sebab para burung tak sudi hinggap disana. Burung-burung sudah hapal bahwa pohon itu sudah menjadi neraka, maka jangan sampai tidur di pohon rimbun itu.

Waktu berjalan. Para pemburu akhirnya sudah melupakan pohon itu. Paling hanya dua pemburu berbadan besar dan kecil yang terkadang masih suka melihat-lihat adakah burung di pohon rimbun itu. Burung-burung pun sebenarnya ingin berdatangan kembali, tetapi mereka masih takut. Para burung akhirnya membuat lomba, siapa yang berani kembali ke pohon itu. Ternyata burung Merpati mengajukan diri tidur di pohon itu.

Satu dua malam, beberapa Merpati ternyata tetap selamat tidur di pohon itu sampai pagi harinya. Ia mengabarkan kepada para burung lain bahwa di pohon itu sudah aman.

Namun beberapa burung-burung besar seperti Elang dan Burung Hantu merasa dendam kepada para pemburu sehingga bermaksud mencelakai para pemburu. Maka siang hari burung Elang mencabuti daun-daun beracun dan duri-duri tajam yang berasal dari batang berduri, lalu ditaburkan di sekitar pohon besar itu.

Maka pada suatu malam, dua pemburu itu melihat kelebetan para Merpati yang terbang menuju ke pohon rimbun. Dengan mengendap-endap, dua pemburu itu mengejar Merpati. Namun celaka, hanya beberapa saat berada di bawah pohon, dua pemburu merasa gatal-gatal karena terkena daun dan duri beracun. Semakin menggaruk badannya, gatal-gatal kian menusuk di sekujur tubuh.

Mereka tidak tahu bahwa semakin digaruk, virus gatal kian menyebar. Garukan yang keras membuat kulit terkelupas menjadi luka menganga. Ketika lukanya tercampur racun, rasa sakitnya luar biasa. Dua pemburu itu akhirnya mengerang-ngerang kesakitan. Kaki mereka tidak kuat lagi untuk berlari. Mereka yakin bahwa nyawa mereka tak dapat diselamatkan.

Agar penduduk kampung tahu persis tentang kejadian ini, maka pemburu berbadan besar kemudian mengeluarkan kertas dan pena. Sambil kesakitan, ia menceritakan kejadian ini lewat tulisannya kepada isterinya di kampung. Setelah menandatangani suratnya, iapun jatuh pingsan dan meninggal tak lama kemudian.

Burung-burung yang melihat kejadian itu bersorak girang. Meski Merpati juga senang pada balas dendam atas kerakusan manusia ini, namun Merpati merasa kasihan pada dua pemburu itu. Pagi harinya Merpati melihat sepucuk surat yang sempat ditulis oleh pemburu berbadan besar.

“Kasihan juga pemburu itu. Ia sempat menulis surat kepada isterinya, tetapi kapan orang kampung menemukan jenazah pemburu itu disini?” tanya Merpati kepada kawannya.
“Orang kampung sudah melupakan pohon rimbun ini. Mereka tak lagi pernah datang ke sini,” kata yang lain. Para burung itu akhirnya pergi.

Pada malam harinya burung-burung sudah berani datang ke pohon rimbun itu karena dua orang tokoh pemburunya sudah mati. Pada malam kedua, sudah lebih banyak burung-burung yang datang dan bermalam di pohon itu. Kawanan Merpati yang juga bermalam disana, mencium bau yang tidak sedap, tetapi bau itu kadang hilang ditelan angin.

Malam ketiga, Merpati jelas tak tahan mencium bau bangkai. Setelah diteliti, ternyata mayat kedua pemburu sudah dikerubungi cacing-cacing tanah. Bau bangkai sangat menyengat. Merpati tak tahan mencium bau bangkai disana. Burung-burung lain pun akhirnya juga tidak tahan.

Di pohon di dekatnya, beberapa Merpati akkhirnya berembug mencari pemecahan bagaimana ucara menghilangkan bau bangkai pemburu itu.
“Kita harus menguburkan pemburu itu, tetapi siapa yang bisa menggali tanahnya?” tanya salah satu Merpati.
“Kita minta bantuan kucing, mereka biasa menggali tanah,” jawab yang lain.
“Nggak bisa, mereka menggali tanah hanya mengubur kotorannya saja. Ingat, kucing itu binatang pemalas, tak punya pekerjaan kecuali mencuri ikan,” jawab Merpati putih lain.
“Buaya bisa, ia menggali tanah untuk memendam telurnya,” sahut yang lain.
“Jangan, ntar tidak dikubur, mayat itu malah ditelannya,” timpal Merpati lain.
“Kita harus bergerak cepat. Biasanya Burung Bangkai akan datang jika mencium bau mayat. Kasihan, pemburu itu nanti disergap kawanan Burung Bangkai.”
“Wah benar. Bagaimana ya? Sebenarnya yang paling baik adalah dikubur oleh manusia sendiri. Kenapa isterinya tidak mencari suaminya, ya?” tanya Merpati tua.
“Mungkin sudah mencari, tetapi tidak menemukan, karena mereka tidak datang ke pohon rimbun ini.’ Para Merpati saling kebingungan, bagaimana sebaiknya bertindak.

Tiba-tiba Peri Angin sudah berada di antara burung Merpati. Peri Angin juga risau melihat ada mayat yang tidak terurus dan mengganggu hidup para burung di pohon rimbun.

“Oh, Ibu Peri, terima kasih Ibu menyambangi kami para Merpati,” kata Merpati tertua.
“Wahai Merpati, ingatkah pemburu berbadan besar menulis surat kepada isterinya?” tanya Peri Angin.
“Benar Ibu Peri. Tetapi kami kan tidak sekolah, jadi tidak bisa membaca isi suratnya,” kata Merpati tua.

“Lho, kalaupun bisa baca, kalian nggak boleh membaca surat bukan milikmu. Tugas kalian adalah mengantar surat itu. Pemburu sudah mati, surat tak bisa bergerak sendiri. Satu-satunya yang tahu ada surat adalah kalian. Maka kalian yang kutugaskan mengantar surat itu. Bawalah dengan paruhmu ke kampung!” perintah Peri Angin.

“Baik Ibu Peri, dengan senag hati akan kami letakkan di rumah isterinya. Terima kasih Ibu Peri telah menugaskan kami, artinya kami nantinya akan menggunakan paruh kami untuk bekerja,” kata Merpati tua. Peri Angin tersenyum bangga pada Merpati yang sangat patuh sehingga berjanji untuk memberi kelebihan pada burung-burung Merpati.

Akhirnya kawanan Merpati membawa surat pemburu itu ke kampung. Bersama-sama mereka menutup hidung untuk mengambil surat yang berada di tangan mayat pemburu berbadan besar. Surat itu diambil dan langsung diterbangkan para Merpati.

Dengan beramai-ramai, kawanan Merpati membawa sepucuk surat pemburu ke kampung. Banyak orang kampung yang melihat iring-iringan kawanan Merpati yang mencari-cari sesuatu. Merpati melihat bahwa banyak orang yang berkumpul di suatu rumah. Ada yang tampak sedih, ada yang bingung, ada yang menangis dan ada yang berpikir keras.

Kawanan Merpati memastikan disitulah rumah dua orang pemburu karena agaknya keluarganya masih mencari sang pemburu. Para Merpati lalu hinggap di pagar rumah itu. Orang-orang yang berada disana terkejut dan heran, ada apa Merpati hinggap di pagar. Tiba-tiba salah seekor Merpati menjatuhkan sepucuk surat di halaman rumah.

Orang-orang yang heran akhirnya sadar bahwa kawanan Merpati datang membawa sepucuk surat. Isteri pemburu segera mengambil surat lalu membacanya. Ia langsung menangis meraung-raung sehingga orang-orang di rumah kaget. Mereka lalu berebut membaca surat sang pemburu. Kabar itu segera menyebar ke seluruh kampung. Akhirnya mereka berramai-ramai pergi ke pohon rimbun.

Burung-burung Merpati mengikuti penduduk kampung pergi ke arah pohon rimbum dari udara. Benar, dua mayat pemburu tergeletak disana dalam keadaan sudah membusuk. Dua mayat membusuk lalu diambil penduduk dan dikuburkan secara sewajarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar